Ngentot Dengan Janda Hot “Tok tok tok…” suara pintu
kamarku terdengar diketuk membuyarkan lamunanku.
“Siapa?” sahutku.
“Saya, Nyah…” terdengar suara pembantuku di balik pintu.
“Ada apa, Bi?
“Ada tamu mau ketemu Nyonya…”
“Dari mana?” aku bertanya, sebab aku merasa tidak ada janji
bertemu dengan siapapun.
“Katanya dari perusahaan asuransi, udah janji ingin bertemu
Nyonya.”
Oh ya aku baru ingat, bahwa aku meminta perusahan asuransi
datang ke rumahku pada hari ini, saat aku libur kerja, karena aku ingin
merevisi asuransi atas rumah pribadiku yang telah jatuh tempo.
“Suruh dia masuk dulu dan tunggu di ruang tamu, Bi!” bergegas
aku mengenakan pakaianku, hanya daster terusan tanpa bra dan celana dalam,
karena aku tak mau tamuku menunggu lama, wajahku pun hanya sedikit kuoles
bedak.
Setelah
aku rasa rapi, bergegas aku menemuinya.
“Selamat
siang, Bu!” sapaan hormat menyambutku saat aku tiba di ruang tamu.
“Selamat siang,” aku membalas salamnya.
“Perkenalkan, Bu! saya Ronny marketing executive di perusahaan xxx,” tangannya
mengundangku bersalaman.
Aku menyambut uluran tangannya, dan mempersilakannya duduk.
Sejenak aku perhatikan, usianya kutaksir 25-an, tapi yang membuatku agak
tertarik tadi saat posisi berdiri bersalaman, aku sempat mengukur tinggi
tubuhku hanya sebatas lehernya, aku perkirakan tingginya 180cm-an, aku agak berkesan
apalagi penampilannya bersih dengan kumis tipis menghiasi bibirnya, wajahnya
sih memang biasa saja.
Kami terlibat obrolan panjang tentang asuransi yang ditawarkan, ternyata orangnya supel dan ramah, cara bicaranya mencerminkan wawasannya yang luas, pandangannya tidak “jelalatan” seperti lelaki lainnya yang pernah aku temui, download bokep gratis padahal puring payudaraku yang tidak menggunakan bh terlihat berbayang dibalik dasterku. Tak banyak pikir lagi, aku segera menyetujuinya, apalagi preminya tidak terpaut jauh dengan asuransiku sebelumnya. Dia berjanji akan datang kembali minggu depan membawa polis-nya.
Cerita
Sex Janda Ganas Sepulangnya dia, aku masih membayangkannya, simpatik sekali
orangnya, terutama tubuhnya yang tinggi, hampir sama dengan almarhum suamiku.
Juga aku teringat jawaban almarhum suamiku bahwa orang yang tinggi agak kurus,
80% senjatanya panjang dan besar saat aku bertanya, mengapa senjata Mas Rudy
(almarhum suamiku), besar dan panjang? Aku sendiri bingung, tak biasanya aku
berpikiran seperti ini, apalagi baru pertama kali bertemu.
Tapi aku tak mau membohongi diriku, aku tertarik padanya. Waktu
seminggu yang dijanjikannya terasa lama sekali. Akhirnya tibalah hari yang
dijanjikannya, aku berias secantik mungkin, meskipun tidak mencolok, kusambut
kedatangannya dengan manis. Kali ini kulihat Ronny mengenakan setelan pakaian
kerja lengkap dengan dasinya.
Setelah
polis aku terima dan menyerahkan pembayarannya, aku mengajaknya mengobrol
sedikitmengenai pribadinya. Ternyata usianya 28 tahun, dengan status bujangan,
dan masih mengontrak rumah di daerah Kebayoran Lama, Jakarta
“Ibu Linda sendiri,
bagaimana?” kini dia balik bertanya kepadaku.
Kujelaskan
statusku yang janda, kulihat wajahnya sedikit berubah.
Maaf, Bu! kalau pertanyaan saya menyinggung perasaan Ibu.”
“Tidak apa-apa, toh gelar ini bukan saya yang menghendaki, tapi sudah suratan.”
Sejak
tahu statusku janda, Dia jadi sering datang ke rumahku, ada saja alasannya
untuk datang ke rumahku, meskipun kadang terkesan dibuat-buat. Hubungan kami
menjadi lebih akrab, diapun tidak memanggilku dengan sebutan “Bu” lagi, tapi
“Mbak” sedangkan aku pun memanggilnya Mas Ronny.
Tapi
yang aku heran dari Mas Ronny adalah sikapnya yang belum pernah menjurus ke
arah seks sedikitpun, meskipun sering kali kami bercanda layaknya orang
pacaran. Aku jadi berfikiran jelek, jangan-jangan Mas Ronny “Gay”. Padahal aku
sudah tetapkan dalam hati, bahwa Mas Ronny lah orang kedua yang boleh membawaku
mengarungi samudera kenikmatan.
Tapi
ternyata pikiran jelekku tidak terbukti. Kejadiannya waktu malam Minggu Mas
Ronny datang untuk yang kesekian kalinya. Kami memutar film roman percintaan,
bibiku sejak tadi sudah masuk ke kamarnya tidak tahu ngapain. Mungkin sengaja
memberi kesempatan kepada kami anak muda yang sedang dilanda asmara.
Saat
adegan percumbuan berlangsung, aku meliriknya, kulihat wajahnya sedikit memerah
dan celana panjangnya yang berbahan tipis, kulihat sedikit menggelembung,
akubimbang. Akhirnya kutetapkan hatiku untuk memulai percumbuan dengannya tapi
bagaimana caranya?Aku ada ide agak tidak terkesan aku yang mau, aku harus
pura-pura sakit.
“Aduh
Mas Ron! kepalaku sakit sekali,” aku mulai menebarkan jaring.
Kupegangi
keningku yang tidak sakit, pancinganku berhasil, Mas Ronny menghampiriku.
Cerita
Sex Janda Ganas “Kenapa Mbak?” tanyanya.
“Kok, tiba-tiba sakit.”
“Anu, Mas! tekanan darahku rendah, jadi kadang-kadang kambuh seperti ini,” aku
terus merintih layaknya orang kesakitan.
Aku
membaringkan tubuhku di sofa.
“Mas,
tolong bawa aku ke kamar,” aku semakin nekat.
Kulihat
Mas Ronny kelabakan.
“Papah
aku, Mas!”
Akhirnya
Mas Ronny memapahku ke dalam kamarku, kutempelkan buah dadaku ke punggungnya,
terasa aliran kenikmatan di tubuhku. Dibaringkannya tubuhku di ranjang tidurku,
dan bergegas Mas Ronny keluar.
“Kemana,
Mas?” tanyaku pura-pura lirih.
“Bangunin bibi.”
“Nggak usah, Mas, tolong keningku dibaluri minyak angin saja.”
“Minyak anginnya dimana?” tanyanya.
“Di meja Rias.”
Mas
Ronny dengan telaten sekali memijat keningku, kurasakan jarinya sedikit
gemetar.
“Mas
tolong tutup pintu dulu, entar bibi lihat nggak enak,” aku baru sadar pintu
kamarku masih melongo.
“Sekalian Mas, TV-nya matiin dulu!”
Mas
Ronny beranjak mematikan TV, aku segera melepaskan pakaianku, hingga tinggal
Bra dan celana dalam saja, kututupi tubuhku dengan selimut, Mas Ronny telah
kembali ke kamarku dan menutuppintunya.
“Mas
tolong kerokin aja deh!” aku mulai memasang jurus.
“Lho, pusing kok dikerokin?”
“Biasanya aku kalau pusing begini Mas!” aku berkilah tak mau kebohonganku
terbongkar.
Mas Ronny menurut, dan mencari uang logam untuk mengeroki
tubuhku.
“Jangan
pakai uang logam, Mas! aku biasanya pakai bawang.”
Setelah
aku beritahu tempat bawang, Mas Ronny kembali lagi ke kamarku, kali ini kulihat
wajahnya sedikit berkeringat, tidak tahu keringat apa. Segera aku tengkurap,
“Cepat, Mas, kepalaku tambah pusing, nih!”
Mas
Ronny membuka selimut yang menutupi tubuhku, dan…
“Mbak
Linda, kapan melepas baju?” nadanya terkejut sekali.
“Tadi, waktu kamu keluar,” jawabku santai.
Hening
sejenak, mungkin Mas Ronny masih bimbang menyentuh tubuhku.
“Ayo,
Mas!”
Cerita Sex Janda Ganas “Iya… maaf ya Mbak!” aku mulai merasakan dinginnya air
bawang di pundakku, gemetarnya tangan Mas Ronny terasa sekali.
“Kenapa tangan Mas gemetaran?”
“iya, aku nggak biasa,” suaranya agak gugup.
“Rileks aja Mas,” aku mencoba menenangkannya.
Akhirnya
gerakan tangan Mas Ronny semakin lancar di punggungku. Aku mulai merasakan bulu
kudukku bangun, terlebih saat tangan Mas Ronny mengeroki bagian belakang
leherku. Segera aku membalikkan tubuhku, kini buah dadaku yang besar tepat
berada di hadapan Mas Ronny,
“Mbak,
depannya aku nggak berani.”
Aku
sudah tidak mau bersandiwara lagi,
“Mas,
kalau depannya jangan dikerok, tapi dibelai,” kulihat wajahnya sedikit pucat.
“Memangnya Mas Ronny nggak mau?” aku menantangnya terang-terangan.
“Aku nggak pernah, Mbak…nonton bokep online” jawaban polosnya membuat aku sadar bahwa dalam urusan
seks ternyata Mas Ronny tidak punya pengalaman apa-apa alias perjaka ting-ting.
Berpikir
seperti itu, nafsuku kian bangkit, segera kudorong tubuhnya hingga rebah di
ataspembaringanku. Kubuka kancing bajunya dan melemparkannya ke lantai. “Mbakk,
jangan…” Mas Ronny masih berusaha menolak, tapi aku yakin suaranya hanya
sekedar basa-basi, atau refleksi dari belum pernahnya. Aku mulai menciumi bibir
Mas Ronny, kumis tipisnya terasa geli di bibirku. Tapi tak ada balasan.
“Mas
Ronny kok diam saja,” aku bertanya manja.
“Tapi, Mbak jangan marah.. ya?” tanyanya bodoh.
Orang
aku yang minta kok aku marah? Mungkin disentakkan oleh kesadaran bahwa dirinya
adalahlelaki, Mas Ronny langsung menyambar bibirku dan melumatnya. Aku
berteriak senang dalam hati, malam inilah dahagaku akan terpuaskan. Ciuman kami
berlangsung lama, jari-jariku bergerakmengusap dadanya, putingnya yang hitam
kutarik-tarik, sementara jari-jari Mas Ronny mulai membelai buah dadaku,
usapannya pada puting buah dadaku, membuat syaraf kewanitaanku bangkit,
meskipun usapannya terasa agak takut-takut tapi kenikmatan yang aku peroleh
tidak berkurang.Apalagi tekanan keras di pahaku membuatku segera sadar bahwa
senjata Mas Ronny mulai bangkit.
Satu
persatu pakaian kami bergelimpangan ke lantai, kini tubuh kami sudah bugil.
Tubuhku ditindih Mas Ronny, perlahan-lahan mulut dan lidah Mas Ronny mulai
menggelitik puting buah dadaku, yang terasa makin mengeras,
“Mas…
terusss… enak…” aku mulai merintih nikmat.Tanganku segera menggenggam
senjatanya, tapi sungguh mati aku kaget dibuatnya, besar sekali.Lebih besar
dari punya almarhum suamiku. Aku semakin bernafsu, kukocok perlahan senjatanya
yangkeras dan kokoh,
Mas Ronny merintih tak
karuan. Hisapannya semakin keras di buah dadaku membalas kocokan tanganku di
senjatanya. Aku sudah tak tahan menunggu permainan Mas Ronny dibuah dadaku
saja, nafsuku yang tertahan 3 tahun membuncah hebat dan menuntut penyaluran
secepatnya. Dengan penuh nafsu aku segera ambil posisi di atas, tanganku terus
mengocok senjatanya yang semakin panjang dan membesar, lidahku mulai menjilati
dadanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus, pada bagian putingnya kuhisap dan
kugigit pelan.
“Mbak Linda… aku nggak tahan…” Kupercepat gerakan tanganku.
Kulihat
muka Mas Ronny semakin memerah. Mulutku yang mungil sampai pada senjatanya yang
kaku, kujilati seluruh batang senjatanya, kugelitik haluslubang atasnya.
Kumasukkan senjatanya ke dalam mulutku,
“Uffhhh…”
terasa penuh di mulutku, akibat besarnya senjata Mas Ronny.
Mulutku
mulai menyedot-nyedot, sementara tanganku terus mengocok batang senjatanya.
Remasan tangan Mas Ronny di rambutku semakin kuat, hingga akhirnya saat kuhisap
kuat dengan kocokankupercepat, aku merasakan tubuh Mas Ronny bergetar hebat
dan…
“Mbakkk…”
Mas Ronny menjerit,terasa cairan kenikmatan itu memenuhi mulutku, agak anyir,
tapi aku menelannya sampai tuntas.
“Daaar…” memang perjaka tulen, sebentar saja senjatanya sudah membesar kembali,
dan siap bertempur.
Aku
segera berjongkok di atas tubuhnya, kuarahkan senjatanya yang besar di lubang
kewanitaanku yang sudah basah. Perlahan kuturunkan pinggulku, seret sekali,
mungkin terlalu lama tidak dimasuki senjata pria, apa lagi senjata Mas Ronny
yang besar dan panjang.
Akumerasakan
sedikit sakit tapi lebih banyak nikmatnya. Saat bulu kemaluan kami bertemu,
dimana senjata Mas Ronny amblas seluruhnya ke dalam kemaluanku, sulit
digambarkan kenikmatan yang aku dapatkan. Aku diamkan sejenak menikmati
denyutan senjata Mas Ronny di liang kewanitaanku. Kulirik wajah Mas Ronny yang
terpejam, mungkin menikmati remasan kewanitaaanku di seluruh batang senjatanya.
Perlahan
aku gerakkan pantatku naik turun, kian lama gerakan pinggulku kian buas, aku
sudah tak dapat menguasai lagi nafsuku yang sudah tertahan, sesaknya senjata
Mas Ronny di kemaluanku ditambah cairan pelumas dari tubuh kami masing-masing
menimbulkan suara-suara birahi seirama dengan gerakan pantatku.
Akhirnya…
Cerita
Sex Janda Ganas “Mbakkk… aku nggak tahan…” aku rasakan semburan hangat di
kewanitaanku, aku semakin cepat… menggerakkan pinggulku meraih puncak
kenikmatan yang tinggal selangkah lagi, tapi senjata Mas Ronny keburu melembek
hingga akhirnya mengecil.
Aku
tambah panik dan histeris dengan nafsuku yang tergantung. Aku mencoba
membangkitkan kembali nafsu Mas Ronny, tapi setiap kali aku mau orgasme, Mas
Ronny selalu mendahuluiku.
Sampai
sekarang meskipun kami jadi sering berhubungan badan tapi belum pernah sekalipun
aku orgasme. Kalau baru pertama aku masih bisa terima, tapi sudah yang kesekian
kalipun masih begitu. Entahlah, kalau buat keperkasaan. Mas Ronny jauh dengan
almarhum suamiku yang dapat membawaku ke puncak orgasme hingga 4 kali.
Saat
cerita ini aku tulis, aku telah berpikir ingin menggantikan Mas Ronny dengan
pria lain sebab percuma biar senjatanya besar dan panjang tapi tidak tahan
lama.
0 komentar:
Posting Komentar